Hari ini (Kamis, 21/6/12) kita memasuki awal Sya'ban 1433 H.
Dengan hadirnya Sya'ban berarti tinggal sebulan lagi kita akan kedatangan tamu
istimewa 'syahru Ramadhan'. Sebagai bekal untuk meningkatkan amal ibadah di
bulan Sya'ban ini, berikut kami sampaikan kajian seputar Sya'ban.
Tanya:
Saya ingin menanyakan tentang puasa Sya'ban. Berapa harikah
yang disunahkan oleh Rasulullah? Apakah baik jika kita puasa sebulan penuh?
Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Jawab:
Bulan Sya'ban adalah bulan di saat Nabi Muhammad saw
melakukan puasa sunnahnya yang terbanyak. Di bulan-bulan lain, Nabi tidak
melakukan puasa (sunnah) sebanyak di bulan Sya'ban. Namun tak ada kejelasan,
tepatnya berapa hari yang disunnahkan berpuasa.
Persoalan boleh atau tidak melakukan puasa sebulan penuh di
bulan Sya'ban, itu boleh-boleh saja. Tidak ada dalil yang mengharamkan.
Hanya perlu diketahui ada perbedaan pendapat, antara yang
memakruhkan puasa pada paruh kedua (setelah tanggal 15) Sya'ban, ada yang
tidak. Perbedaan ini terjadi dikarenakan adanya 2 hadis yang berbeda. Kelompok
yang memakruhkan menggunakan hadis: "Tiada puasa setelah separuh dari
Sya'ban hingga masuk Ramadan."
Sementara yang tidak memakruhkan mendasarkan pada beberapa hadis (di
antaranya):
Diriwayatkan dari Umi Salmah: "Saya tak pernah melihat
Rasulullah puasa dua bulan berturut-turut kecuali di bulan Sya'ban dan
Ramadan." Dalam redaksi lain: "Tidak pernah Rasulullah melakukan
puasa sunnah sebulan penuh kecuali di bulan Sya'ban." (Riwayat Ahmad, Abu
Daud, Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Majah). Dan dalam redaksinya Ibnu Majah:
"Nabi pernah puasa (penuh) di bulan Sya'ban dan Ramadan."
Demikianlah perbedaan itu muncul. Perlu diketahui juga, ada
ulama yang menganggap dhaif hadis yang memakruhkan puasa di paruh kedua
Sya'ban. Karena ada hadis lain lagi yang melarang puasa sehari-dua hari sebelum
Ramadan. Ini tujuannya untuk menghindari hari "syak" (hari yang
mendekati Ramadan, belum diketahui dengan jelas kapan akhir Sya'ban dan awal
Ramadan).
Kembali ke persoalan semula, boleh-tidaknya berpuasa sebulan
penuh di bulan Sya'ban, pendapat yang membolehkan lebih cocok diikuti. Ini
dengan alasan:
- Ada hadis yang menunjukkan bolehnya puasa Sya'ban
sebulan penuh (seperti tersebut di atas).
- Bahwasanya larangan puasa sehari-dua hari sebelum
Ramadan itu untuk menghindari keragua-raguan. Karena pada hari-hari itu
sudah dekat awal Ramadan. Padahal puasa Ramadan itu harus jelas niatnya:
niat puasa Ramadan.
- Masa sekarang ini tidak ada kesulitan lagi untuk
mengetahui awal bulan (atau akhir bulan) karena kecanggihan teknologi.
Jadi pada aslinya puasa sebulan penuh di Sya'ban itu tetap
disunnahkan. Kalaupun sehari-dua hari di akhir Sya'ban itu tidak diperbolehkan,
itu karena untuk menghindari ketidakjelasan. Dengan demikian, jika sudah tahu
kapan awal Ramadan, maka tidak apa-apa melakukan puasa sampai akhir Sya'ban.
Hikmah Puasa Sya'ban
Ulama berselisih pendapat tentang hikmah dianjurkannya
memperbanyak puasa di bulan Sya’ban, mengingat adanya banyak riwayat tentang
puasa ini.
Pendapat yang paling kuat adalah keterangan yang sesuai
dengan hadis dari Usamah bin Zaid, beliau bertanya: “Wahai Rasulullah, saya
belum pernah melihat Anda berpuasa dalam satu bulan sebagaimana Anda berpuasa
di bulan Sya’ban. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ذَلِكَ شَهْرٌ
يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ
فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا
صَائِمٌ
“Ini adalah bulan yang sering dilalaikan banyak orang, bulan
antara Rajab dan Ramadhan. Ini adalah bulan dimana amal-amal diangkat menuju
Rab semesta alam. Dan saya ingin ketika amal saya diangkat, saya dalam kondisi
berpuasa.” (HR. An Nasa’i, Ahmad, dan sanadnya dihasankan Syaikh Al Albani)
Malam Nishfu Sya’ban
Ulama berselisish pendapat tentang status keutamaan malam
nishfu Sya’ban. Setidaknya ada dua pendapat yang saling bertolak belakang dalam
masalah ini. Berikut keterangannya:
Pendapat pertama, tidak ada keuatamaan khusus untuk malam nishfu Sya’ban.
Statusnya sama dengan malam-malam biasa lainnya. Mereka menyatakan bahwa semua
dalil yang menyebutkan keutamaan malam nishfu Sya’ban adalah hadis lemah. Al
Hafidz Abu Syamah mengatakan: Al Hafidz Abul Khithab bin Dihyah –dalam kitabnya
tentang bulan Sya’ban– mengatakan, “Para ulama ahli hadis dan kritik perawi
mengatakan, ‘Tidak terdapat satupun hadis shahih yang menyebutkan keutamaan
malam nishfu Sya’ban’.” (Al Ba’its ‘ala Inkaril Bida’, Hal. 33).
Syaikh Abdul Aziz bin Baz juga mengingkari adanya keutamaan
bulan Sya’ban dan nishfu Sya’ban. Beliau mengatakan, “Terdapat beberapa hadis
dhaif tentang keutamaan malam nishfu Sya’ban, yang tidak boleh dijadikan
landasan. Adapun hadis yang menyebutkan keutamaan shalat di malam nishfu
Sya’ban, semuanya statusnya palsu, sebagaimana keterangan para ulama (pakar
hadis).” (At Tahdzir min Al Bida’, Hal. 11)
Pendapat kedua, terdapat keutamaan khusus untuk malam nishfu Sya’ban.
Pendapat ini berdasarkan hadis shahih dari Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu
‘anhu, dimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah
melihat pada malam pertengahan Sya’ban. Maka Dia mengampuni semua makhluknya,
kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.” (HR. Ibn Majah, At Thabrani,
dan dishahihkan Al Albani).
Setelah menyebutkan beberapa waktu yang utama, Syaikhul
Islam mengatakan, “…pendapat yang dipegangi mayoritas ulama dan kebanyakan
ulama dalam Madzhab Hambali adalah meyakini adanya keutamaan malam nishfu
Sya’ban. Ini juga sesuai keterangan Imam Ahmad. Mengingat adanya banyak hadis
yang terkait masalah ini, serta dibenarkan oleh berbagai riwayat dari para
sahabat dan tabi’in…” (Majmu’ Fatawa, 23:123)
Ibn Rajab mengatakan, “Terkait malam nishfu Sya’ban, dulu
para tabi’in penduduk Syam, seperti Khalid bin Ma’dan, Mak-hul, Luqman bin
Amir, dan beberapa tabi’in lainnya, mereka memuliakannya dan bersungguh-sungguh
dalam beribadah di malam itu…” (Lathaiful Ma’arif, Hal. 247).
Sumber terakhir :